Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk manusia menjadi pribadi cerdas, bermoral, dan bertanggungjawab. Melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan secara optimal. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks ini, pendidikan nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan nmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
PROGRESIVISME
Pendidikan harus dikembangkan menuju kearah yang lebih maju dengan memperhatikan berbagai potensi peserta didik dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya tidak hanya berpusat pada pendidik/guru, tetapi dipusatkan pada peserta didik. Peran guru hanya sebatas sebagai pembimbing dan fasilitator terhadap pengembangan potensi peserta didik.
Berkaitan dengan persoalan tersebut, terdapat salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang mendukung adanya perubahan dalam pelaksananaan pendidikan. Aliran filsafat yang dimaksud adalah progresivisme.
Pengertian Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahaN
Sejarah Progresivisme
Awal mula lahirnya aliran progresivisme ialah dilatar belakangi ketidak puasan terhadap pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek (1974:139) Aliran ini berakar dari semangat pembaharuan sosial pada awal abad ke 20 yakni gerakan pembaharuan politik Amerika. Adapun aliran progresif pendidikan Amerika mengacu pada pembaharuan pendidikan di Eropa barat.
Pendapat lain menyebutkan bahwa aliran progresivisme secara historis telah muncul pada abad ke-19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, khususnya di negara Amerika Serikat (Muhmidayeli, 2011:151). Kedua pendapat tersebut meskipun sedikit berbeda pandangan, namun dapat ditarik benang merahnya yaitu perkembangan aliran progresivisme ini secara pesat terjadi pada abad ke-20.
Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme
Menurut sejarah munculnya aliran progresivisme ini sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat pragmatisme .Adapun pemikiran-pemikiran yang berpengaruh terhadap perkembangan aliran progresivisme adalah pemikiran Johan Heinrich Pestalozzi, Sigmund Freud, dan John Dewey (Gutek, 1974:139). Pemikiran ketiga tokoh tersebut merupakan inspirasi bagi aliran progresivisme.
Johann Heinrich Pestalozzi,
Johann Heinrich Pestalozzi,
Seorang pembaharu pendidikan Swiss pada abad 19, menyatakan bahwa pendidikan seharusnya lebih dari pembelajaran buku, dimana merangkul kesuluruhan bagian pada anak-emosi, kecerdasan, dan tubuh anak. Pendidikan lama, menurut Pestalozzi, seharusnya dilakukan di sebuah lingkungan yang terikat secara emosional dengan anak dan memberi keamanan pada anak. Pendidikan tersebut seharusnya juga dimulai di lingkungan anak sejak dini dan melibatkan indera anak pada benda-benda di sekililingnya.
Sigmund Freud,
Sigmund Freud,
Terhadap pendidik progresif ialah melalui kajian kasus Histeria (gangguan pada syaraf), Freud mengusut pada asal usul penyakit mental ini dari masa kanak-kanak. Orang tua yang otoriter dan lingkungan tempat tinggal anak sangat memengaruhi kasus tersebut. Kekerasan/penindasan, khususnya pada masalah seksual dapat menjadi penyebab penyakit syaraf yang dapat menganggu perkembangan anak bahkan sampai mereka dewasa.
John Dewey
Didasarkan pada penjelasannya yang menyatakan bahwa pendidikan progresif merupakan sebuah gerakan yang tepat sebagai perkumpulan para penentang paham tradisionalism
Tujuan aliran Progresivisme
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik, sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli, 2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi di lingkungan sehari-hari.
Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari harus bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan problem-problem yang ada dalam kehidupan. Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus.
Kurikulum Aliran Progresivisme
Alir Progresivisme menghendaki kurikulum dipusatkan pada pengalaman yang didasarkan atas kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2012:91).Kurikulum pada aliran ini tersusun berdasarkan pada :
a. Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan.
b. Kurikulum yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik
c. Kurikulum yang mampu mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan mandiri.
d. Kurikulum berbagai macam bidang studi itu bersifat fleksibel.
Peran Guru dalam Pandangan Progresivisme
Adapun peran guru menurut aliran progresivisme ialah berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah bagi siswa.
PERENIALISME
Pengertian Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perenial diartikan sebagai continuin throught the whole year, atau lasting for a very long time abadi atau kekal dan baqa berarti tiada akhir. Dengan demikian essensi kepercayaan filsafat perenial ialah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi.
Perenialisme, sesuai dengan namanya yang berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah ini akan dianggap suatu aliran yang ingin kembali kepada nilai-nilai masa lalu dengan maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia masa sekarang dan bahkan sampai kapanpun dan dimanapun.
Sejarah Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke 20, lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Reobert M Hutchin, salah seorang tokoh perrenial menyimpulkan bahwa tugas pokok pendidikan adalah pengajaran. Pengajaran menunjukkan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu sendiri adalah kebenaran.
Kebenaran pada setiap manusia adalah sama, oleh karena itu dimanapun, kemanapun dan kapanpun ia akan selalu sama.perenialisme menolak perubahan yang mengakibatkan kerisi kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi krisis tersebut perenialisme memberikan solusi dengan jalam kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap ideal yang telah teruji dan tangguh. Aliran ini memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau suatu proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kedudyaan masa lalu byg idela dan teruji serta tangguh.
Tokoh-tokoh aliran Perenialisme
Perkembangan konsep-konsep perennealis banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh berpengaruh seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquino.
Menurut Plato
Menurut Plato
Ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dari hukum universal yang abadi dan ideal sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin di capai bila ide itu menjadi tolak ukur yang memiliki asas normative dalam semua aspek kehidupan. Menurut psikologi Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan dan akal. Ketiga potensi ini merupkan asas bagi bangunan kepribadian dan watak manusia. Ketiga potensi itu akan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, sehingga ketiganya berjalan secara berimbang dan harmonis. Pendidikan dalam hal ini hendaklah berorientasi pada potensi psikologis msyarakat, sehingga dapat mewujudkan pemebuhan kelas-kelas sosial dalam masyarakat tersebut.
Menurut Aristoteles
Menurut Aristoteles
Orientasi pendidikan ditujukan kepada kebahagiaan, melalui pengembangan kemampuan-kemampuan kerohanian seperti emosi, kognisi serta jasmaniah manusia.
Menurut Thomas Aquino
Menurut Thomas Aquino
Bahwa tujuan pendidikan sebagai usaha untuk merealisasikan kapasitas dalam tiap individu manusia sehingga menjadi aktualitas. Out-put yang diharapkan
menurut perenialisme adalah manusia mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada zaman lampau.Tugas seorang pendidik adalah mempersiapkan peserta didik kearah kematangan intelektualnya. Dengan intelektualnya peserta didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan pengembangan akal maka akal/pikirannya dapat dipertinggi kemampuannya.
Tujuan aliran Perenialisme
Membantu anak menytingkap dan menanamkan kebenaran-kebeneran yang universal dan konstan yang menjadi tujuan pendidikan yang murni, kebenarn yang hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui latihan intelektual secara cermatr untuk melatih pikiran dan latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan spritual manusia.
Kurikulum Aliran Perenialisme
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cendrung menitik beratkan kepada, sastra, matemati, bahasa, humaniora termasuk sejarah.
Peran Guru dalam Pandangan Perenialisme
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikelas. Guru hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang ilmu dan bertugas membimbing siswa dalam kegiatan diskusi menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
ESENSIALISME
Pengertian Esensialisme
Kata esensialisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua kata, yaitu “esensi” yang berarti “hakikat, inti, dasar” dan ditambahkanmenjadi “esensial” yang berarti “sangat perinsip, sangat berpengaruh, sangat perlu” (Santoso, 2012: 162). Dengan demikian aliran esensialisme adalah aliran yang mengembalikan segala sesuatu pada hakikat dasar yang sebenarnya. Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu (Wahyuni, 2010: 14). Oleh karena itu filsafat esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang merupakan perpaduaan ide filsafat idealisme-objektif dan realisme-objektif (Muhmidayeli, 2013: 166).
Sejarah Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu (Jalaluddin, 1997: 99). Nilai-nilai yang di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang.
Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia . Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke 19 .
Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pola pada subjek tersebut. Oleh karena itu aliran esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah
Tokoh-Tokoh Aliran Esensialisme
Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.beberapa tokoh aliran ini sebagai berikut :
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
William T. Harris (1835-1909)
William T. Harris (1835-1909)
Tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
George Santayana
George Santayana
Memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan). Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu
William C. Bagley
William C. Bagley
Filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
b) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
c) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
d) Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah
Tujuan Aliran Esensialisme
Dijelaskan tentang beberapa pandangan esensialisme tentang pendidikan sebagai berikut:
- Tujuan pendidikan harus jelas dan kukuh yang telah teruji kebenaran dan ketangguhannya dalam perjalanan sejarah.
- Sekolah harus mengutamakan realitas dunia dimana siswa hidup dan situasi praktis.
- Belajar adalah melatih daya jiwa yang secara potensial sudah ada.
- Tujuan belajar adalah untuk mengisi subjek mengerti berbagai realitas, nilai-nilai dan kebenaran baik sebagai warisan sosial maupun makrokosmis.
- Proses pembelajaran adalah proses penyesuaian diri individu dengan lingkungan dalam pola stimulus dan respon dengan menggunakan metode tradisional yang menggunakan pendekatan psikologis yang mengutamakan latihan berpikir logis, teratur, ajek, sistematis, menyeluruh, dan latihan penarikan kesimpulan yang baik dan komprehensif.
- Kurikulum haruslah kaya, bertingkat dan sistematis yang didasarkan pada satu kesatuan pengetahuan yang tidak dijabarkan lagi, pada sikap yang berlaku suatu kebudayaan demokratis.
- Inisiatif pendidikan sepenuhnya tergantung pada guru bukan pada siswa.
- Siswa harus disiapkan mentalnya untuk mampu menghadapi berbagai problema kehidupannya, oleh karena itu siswa harus diberikan pengalaman nyata dalam kehidupan masyarakat.
Kurikulum Aliran Esensialisme
Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subjek matter centered) (Usiono, 2006: 153). Dalam hal ini ditingkat sekolah dasar misalnya, kurikulum lebihditekankan pada beberapa kemampuan dasar, diantaranya yaitu kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Sementara itu dijenjang sekolah menengah penekanannya sudah lebih diperluas, misalnya sudah mencakup sains, bahasa, sastra dan sebagainya.
Peran Guru dalam Pandangan Esensialisme
Peran Guru dalam Pandangan Esensialisme
Mengenai peranan guru menurut aliran filsafat esensialisme banyak persamaan dengan perenialisme.
Guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru. Guru merupakan orang yang mengusai pengetahuan, dan kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru (Usiono, 2006: 155). Oleh karena itu peranan guru sangat kuat dalam mempengaruhi & menguasai kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan. Dengan demikian guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak.
Guru harus disiapkan sedemikian rupa agar secara teknis mampu melaksanakan perannya sebagai pengarah proses belajar. Adapun secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat dipercaya. Dengan denikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik.
REFERENSI
- Jalaluddin dan Abdullah Idi. (2012). Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
- Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
- Gutek. Gerad Lee. (1974). Philosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago
- Redja Mudyaharjo,(2001:164) Pengantar Pendidikan, Sebuah studi awal tentang dasar-dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia.Jakarta : PT RahaGrafindo Persada
- Usiono. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.