Monday, April 22, 2019

BERBAGAI ALIRAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN SERTA PANDANGANYA TERHADAP PENDIDIKAN (PG-PAUD STKIP ADZKIA)

BERBAGAI ALIRAN FILSAFAT DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
SERTA PANDANGANYA TERHADAP PENDIDIKAN




Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk manusia menjadi pribadi cerdas, bermoral, dan bertanggungjawab. Melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan secara optimal. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks ini, pendidikan nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan nmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
PROGRESIVISME
Pendidikan harus dikembangkan menuju kearah yang lebih maju dengan memperhatikan berbagai potensi peserta didik dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya tidak hanya berpusat pada pendidik/guru, tetapi dipusatkan pada peserta didik. Peran guru hanya sebatas sebagai pembimbing dan fasilitator terhadap pengembangan potensi peserta didik.
Berkaitan dengan persoalan tersebut, terdapat salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang mendukung adanya perubahan dalam pelaksananaan pendidikan. Aliran filsafat yang dimaksud adalah progresivisme.
Pengertian Progresivisme

Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata progresif diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahaN

Sejarah Progresivisme
Awal mula lahirnya aliran progresivisme ialah dilatar belakangi ketidak puasan terhadap pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek (1974:139) Aliran ini berakar dari semangat pembaharuan sosial pada awal abad ke 20 yakni gerakan pembaharuan politik Amerika. Adapun aliran progresif pendidikan Amerika mengacu pada pembaharuan pendidikan di Eropa barat.
Pendapat lain menyebutkan bahwa aliran progresivisme secara historis telah muncul pada abad ke-19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, khususnya di negara Amerika Serikat (Muhmidayeli, 2011:151). Kedua pendapat tersebut meskipun sedikit berbeda pandangan, namun dapat ditarik benang merahnya yaitu perkembangan aliran progresivisme ini secara pesat terjadi pada abad ke-20.

Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme
Menurut sejarah munculnya aliran progresivisme ini sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat pragmatisme .Adapun pemikiran-pemikiran yang berpengaruh terhadap perkembangan aliran progresivisme adalah pemikiran Johan Heinrich Pestalozzi, Sigmund Freud, dan John Dewey (Gutek, 1974:139). Pemikiran ketiga tokoh tersebut merupakan inspirasi bagi aliran progresivisme.
Johann Heinrich Pestalozzi,
Seorang pembaharu pendidikan Swiss pada abad 19, menyatakan bahwa pendidikan seharusnya lebih dari pembelajaran buku, dimana merangkul kesuluruhan bagian pada anak-emosi, kecerdasan, dan tubuh anak. Pendidikan lama, menurut Pestalozzi, seharusnya dilakukan di sebuah lingkungan yang terikat secara emosional dengan anak dan memberi keamanan pada anak. Pendidikan tersebut seharusnya juga dimulai di lingkungan anak sejak dini dan melibatkan indera anak pada benda-benda di sekililingnya.
Sigmund Freud,
Terhadap pendidik progresif ialah melalui kajian kasus Histeria (gangguan pada syaraf), Freud mengusut pada asal usul penyakit mental ini dari masa kanak-kanak. Orang tua yang otoriter dan lingkungan tempat tinggal anak sangat memengaruhi kasus tersebut. Kekerasan/penindasan, khususnya pada masalah seksual dapat menjadi penyebab penyakit syaraf yang dapat menganggu perkembangan anak bahkan sampai mereka dewasa.
John Dewey
Didasarkan pada penjelasannya yang menyatakan bahwa pendidikan progresif merupakan sebuah gerakan yang tepat sebagai perkumpulan para penentang paham tradisionalism

Tujuan aliran Progresivisme
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik, sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli, 2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi di lingkungan sehari-hari.
Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari harus bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan problem-problem yang ada dalam kehidupan. Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus.

Kurikulum Aliran Progresivisme
Alir Progresivisme menghendaki kurikulum dipusatkan pada pengalaman yang didasarkan atas kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2012:91).Kurikulum pada aliran ini tersusun berdasarkan pada :
a. Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan.
b. Kurikulum yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik
c. Kurikulum yang mampu mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan mandiri.
d. Kurikulum berbagai macam bidang studi itu bersifat fleksibel.

Peran Guru dalam Pandangan Progresivisme
Adapun peran guru menurut aliran progresivisme ialah berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah bagi siswa.

PERENIALISME
Pengertian Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perenial diartikan sebagai continuin throught the whole year, atau lasting for a very long time abadi atau kekal dan baqa berarti tiada akhir. Dengan demikian essensi kepercayaan filsafat perenial ialah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi.
Perenialisme, sesuai dengan namanya yang berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah ini akan dianggap suatu aliran yang ingin kembali kepada nilai-nilai masa lalu dengan maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia masa sekarang dan bahkan sampai kapanpun dan dimanapun.

Sejarah Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke 20, lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Reobert M Hutchin, salah seorang tokoh perrenial menyimpulkan bahwa tugas pokok pendidikan adalah pengajaran. Pengajaran menunjukkan pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu sendiri adalah kebenaran.
Kebenaran pada setiap manusia adalah sama, oleh karena itu dimanapun, kemanapun dan kapanpun ia akan selalu sama.perenialisme menolak perubahan yang mengakibatkan kerisi kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi krisis tersebut perenialisme memberikan solusi dengan jalam kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap ideal yang telah teruji dan tangguh. Aliran ini memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau suatu proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kedudyaan masa lalu byg idela dan teruji serta tangguh.

Tokoh-tokoh aliran Perenialisme
Perkembangan konsep-konsep perennealis banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh berpengaruh seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquino.
Menurut Plato
Ilmu pengetahuan dan nilai sebagai manifestasi dari hukum universal yang abadi dan ideal sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin di capai bila ide itu menjadi tolak ukur yang memiliki asas normative dalam semua aspek kehidupan. Menurut psikologi Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan dan akal. Ketiga potensi ini merupkan asas bagi bangunan kepribadian dan watak manusia. Ketiga potensi itu akan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, sehingga ketiganya berjalan secara berimbang dan harmonis. Pendidikan dalam hal ini hendaklah berorientasi pada potensi psikologis msyarakat, sehingga dapat mewujudkan pemebuhan kelas-kelas sosial dalam masyarakat tersebut.

Menurut Aristoteles
Orientasi pendidikan ditujukan kepada kebahagiaan, melalui pengembangan kemampuan-kemampuan  kerohanian seperti emosi, kognisi serta jasmaniah manusia.

Menurut Thomas Aquino
Bahwa tujuan pendidikan sebagai usaha untuk merealisasikan kapasitas dalam tiap individu manusia sehingga menjadi aktualitas. Out-put yang diharapkan
menurut perenialisme adalah manusia mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada zaman lampau.Tugas seorang pendidik adalah mempersiapkan peserta didik kearah kematangan intelektualnya. Dengan intelektualnya peserta didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan pengembangan akal maka akal/pikirannya dapat dipertinggi kemampuannya.

Tujuan aliran Perenialisme
Membantu anak menytingkap dan menanamkan kebenaran-kebeneran yang universal dan konstan yang menjadi tujuan pendidikan yang murni, kebenarn yang hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui latihan intelektual secara cermatr untuk melatih pikiran dan latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan spritual manusia.

Kurikulum Aliran Perenialisme
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cendrung menitik beratkan kepada, sastra, matemati, bahasa, humaniora termasuk sejarah.
Peran Guru dalam Pandangan Perenialisme
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikelas. Guru hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang ilmu dan bertugas membimbing siswa dalam kegiatan diskusi menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.

ESENSIALISME
Pengertian Esensialisme
Kata esensialisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dua kata, yaitu “esensi” yang berarti “hakikat, inti, dasar” dan ditambahkanmenjadi “esensial” yang berarti “sangat perinsip, sangat berpengaruh, sangat perlu” (Santoso, 2012: 162). Dengan demikian aliran esensialisme adalah aliran yang mengembalikan segala sesuatu pada hakikat dasar yang sebenarnya. Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu (Wahyuni, 2010: 14). Oleh karena itu filsafat esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang merupakan perpaduaan ide filsafat idealisme-objektif dan realisme-objektif (Muhmidayeli, 2013: 166).

Sejarah Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu (Jalaluddin, 1997: 99). Nilai-nilai yang di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang.
Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia . Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke 19 .
Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pola pada subjek tersebut. Oleh karena itu aliran esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah

Tokoh-Tokoh Aliran Esensialisme
Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.beberapa tokoh aliran ini sebagai berikut :
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.

William T. Harris (1835-1909)
Tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.

George Santayana
Memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan). Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu

William C. Bagley
Filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
b) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
c) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
d) Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah

Tujuan Aliran Esensialisme
Dijelaskan tentang beberapa pandangan esensialisme tentang pendidikan sebagai berikut:
  • Tujuan pendidikan harus jelas dan kukuh yang telah teruji kebenaran dan ketangguhannya dalam perjalanan sejarah.
  • Sekolah harus mengutamakan realitas dunia dimana siswa hidup dan situasi praktis.
  • Belajar adalah melatih daya jiwa yang secara potensial sudah ada.
  • Tujuan belajar adalah untuk mengisi subjek mengerti berbagai realitas, nilai-nilai dan kebenaran baik sebagai warisan sosial maupun makrokosmis.
  • Proses pembelajaran adalah proses penyesuaian diri individu dengan lingkungan dalam pola stimulus dan respon dengan menggunakan metode tradisional yang menggunakan pendekatan psikologis yang mengutamakan latihan berpikir logis, teratur, ajek, sistematis, menyeluruh, dan latihan penarikan kesimpulan yang baik dan komprehensif.
  • Kurikulum haruslah kaya, bertingkat dan sistematis yang didasarkan pada satu kesatuan pengetahuan yang tidak dijabarkan lagi, pada sikap yang berlaku suatu kebudayaan demokratis.
  • Inisiatif pendidikan sepenuhnya tergantung pada guru bukan pada siswa.
  • Siswa harus disiapkan mentalnya untuk mampu menghadapi berbagai problema kehidupannya, oleh karena itu siswa harus diberikan pengalaman nyata dalam kehidupan masyarakat.

Kurikulum Aliran Esensialisme
Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subjek matter centered) (Usiono, 2006: 153). Dalam hal ini ditingkat sekolah dasar misalnya, kurikulum lebihditekankan pada beberapa kemampuan dasar, diantaranya yaitu kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Sementara itu dijenjang sekolah menengah penekanannya sudah lebih diperluas, misalnya sudah mencakup sains, bahasa, sastra dan sebagainya.

Peran Guru dalam Pandangan Esensialisme
Mengenai peranan guru menurut aliran filsafat esensialisme banyak persamaan dengan perenialisme.
Guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru. Guru merupakan orang yang mengusai pengetahuan, dan kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru (Usiono, 2006: 155). Oleh karena itu peranan guru sangat kuat dalam mempengaruhi & menguasai kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan. Dengan demikian guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak.
Guru harus disiapkan sedemikian rupa agar secara teknis mampu melaksanakan perannya sebagai pengarah proses belajar. Adapun secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat dipercaya. Dengan denikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik.

REFERENSI
  • Jalaluddin dan Abdullah Idi. (2012). Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
  • Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
  • Gutek. Gerad Lee. (1974). Philosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago
  • Redja Mudyaharjo,(2001:164) Pengantar Pendidikan, Sebuah studi awal tentang dasar-dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia.Jakarta : PT RahaGrafindo Persada
  • Usiono. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

Sunday, April 14, 2019

MANUSIA DAN PENDIDIKAN (LANJUTAN) = PG-PAUD STKIP ADZKIA


MANUSIA DAN  PENDIDIKAN (LANJUTAN)


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan pikiran. Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaannya yang lain. Hal yang paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia.
Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik.

4. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam perspektif Filosofi

Hakikat “manusia adalah subjek pendidikan, sekaligus juga sebagai objek pendidikan”. Manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti yang bertanggung jawab secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia dewasa, apalagi ber-profesi keguruan (pendidikan), memiliki tanggung jawab formal untuk melak-sanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakat dan bangsa.
Manusia sebagai subjek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit daripada problema-problema sebelumnya. Manusia sebagai makhluk berpikir bertanya, siapakah atau apakah aku ini sesungguhnya? Ma-nusia sebagai subjek menjadikan diri-nya sendiri (sebagai pribadi dan sebagai keutuhan) dan kalau sebagai objek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahamannya. “Kenalilah dirimu!” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang ideal, khususnya amat bersifat pedagogis, di samping bernilai filosofis. Sedemikian jauh, ma-nusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan ma-kin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia menger-ti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal” dan relatif, bahkan juga amat subjektif.
Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Pancasila, dsb. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme antara lain berpendapat bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dria”.
Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).


5. Eksistensi Pendidikan dalam Mengembangkan Fitrah Manusia.
A. Manusia sebagai makhluk yang pa-ling indah dan sempurna dalam pen-citraannya
Manusia merupakan makhluk yang paling indah dibandingkan dengan semua makhluk ciptaan Tuhan. Indah di sini berarti manusia itu indah dipandang yang membuatnya mempunyai keuni-kan dibandingkan dengan makhluk lain
B. Manusia sebagai makhluk yang pa-ling tinggi derajatnya
Manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk lainnya ciptaan Tuhan
C. Manusia sebagai khalifah di muka bumi Manusia karena ia makhluk yang paling sempurna pencitraannya diban-dingkan makhluk lainnya membuat ia menjadi khalifah di muka bumi ini.
D. Manusia sebagai makhluk yang ber-iman dan bertakwa kepada Tuhan Karena manusia adalah makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, selayaknyalah pendidikan di-dasari atas hakikat yang melekat pada dirinya ini.
E. Manusia pemilik hak-hak asasi manusia
Karena manusia mempunyai hak-hak asasi, pendidikan didasari atas hakikat yang melekat pada dirinya. Hal ini berarti bahwa praktek pendidikan tidak boleh merendahkan atau tidak menghiraukan hak-hak asasi manusia.
Dengan eksistensi pendidikan manusia jadi sangat berguna dapat hidup saling membantu dan saling membutuhkan .Fitrah manusia dapat berkembang dengan pendidikan karna fitrah merupakan hakikat manusia ada dimuka bumi ini dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh manusia, dan segala aspek yang mendukung dalam kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk social.

6. Hakikat Pengembangan Metode Pendidikan

Secara bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta dan hados. Meta berarti “melalui” dan hados berarti “ jalan atau cara”, bila ditambah logi sehingga menjadi metodologi berarti “Ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan”.Dalam bahasa arab, metode disebut dengan thariqah. Mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan pelajaran . jadi, metode mengajar berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.

Edwar Bruce Wesley mendefinisikan metode dalam bidang pendidikan yaitu sebagai rentetan kegiatan terarah bagi guru yang menyebabkan timbulnya proses belajar pada murid-murid atau ia adalah proses yang melaksanakan hingga sempurna dan menghasilkan proses belajar, atau ia adalah jalan yang dengannya pengajar itu menjadi berkesan. Disisi lain Imam Barnadib mengartikan metode sebagai suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan pendidikan. Jadi dengan demikian metode pendidikan adalah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan dalam pendidikan.


REFERENSI :
Dr.Muhammad Sumantri,M.Pd, Pengantar Pendidikan, Modul 1 . Hakikat Manusia dan Pendidikan :
Dr.Y Suyitno, Manusia dan Pendidikan Modul 1
Dukha Yunitasari , Mengupas Hakikat Manusia sebagai Mahluk Pendidikan, Jurnal PPKN dan Hukum,Vol 13 No.1 April 2018.
https://vhykumiko.wordpress.com/2014/11/17/metode-pendidikan-dan-kurikulum-pendidikan/
Ki Hajar Dewantara.Bagian Pertama Pendidikan.Yogyakarta : Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa,hal:133

Thursday, April 4, 2019

MODEL-MODEL PENYUSUNAN KURIKULUM (PGPAUD-STKIP ADZKIA)

MODEL PENYUSUNAN KURIKULUM 


Menurut Good and Traver yang dikutip oleh Wina Sanjaya dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran, model ialah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem dalam bentuk naratif, materis, grafis serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan atau sebagai petunjuk untu kegiatan dan pengelolaan.

Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses Pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakata maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangankan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum

1. TYLER
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum,


1. Menentukan tujuan pendidikan Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program  pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirimuskan secara jelas sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam  penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu :
 a) hakikat pesarta didik
 b) kehidupan masyarakat masa kini dan
c) pandangan para ahli bidang studi.

2. Menentukan proses pembelajaran
Setelah penetapan tujuan, selanjutnya ialah menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik.

3. Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi  pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan  belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan  pengalaman belajar apa yang harus dilakukan,  Kejelasan tujuan, materi  belajar dan proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan.

4. Menentukan evaluasi pembelajaran
Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi  pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya.
evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan tetapi juga berupa observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan  partisipasinya  taraf pencapaian tujuan pendidikan.

2. LEWIS
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu : 
1. Perkembangan pribadi,
2. Kompetensi social, 
3. Ketrampilan yang berkelanjutan dan 
4. Spesialisasi. 
Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan. 

3. OLIVIA
Oliva memberikan pemahaman bahwa kurikulum seharusnya bersifat sederhana, komprehensif, dan sistematik. Dalam hal ini, Oliva mengemukakan beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yakni: 
a) Menentukan filsafat yang digunakan; 
b) Menganalisis kebutuhan masyarakat, sesuai dengan wilayah kurikulum itu akan digunakan;
c) Merumuskan tujuan umum dari kurikulum yanga akan dikembangkan; 
d) Merumuskan tujuan khusus, sebagai turunan dari tujuan umum; 
e) Menentukan cara pengimplementasian kurikulum; 
f) Menurunkan kurikulum dalam bentuk yang lebih operasional ke dalam tujuan mata pelajaran yang  akan dipelajari; 
g) Merumuskan tujuan khusus pembelajaran; 
h) Menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan; 
i) Menetapkan teknik penilaian yang tepat untuk digunakan; 
j) Mengimplementasikan strategi pembelajaran; 
k) Mengevaluasi pembelajaran dan 
l) Mengevaluasi kurikulum.

4. TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU
 1. Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan ,minat dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar yang bervariasi serta menyusun program dan alat evaluasi yang memudahkan guru dalam implementasinya. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan situasi-situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pelajaran dan banyak mengaktifkan siswa, guru hendaknya mampu memilih, menyusun dan melaksanakan evaluasi baik untuk mengevaluasi perkembangan atau hasil belajar siswa untuk menilai efisiensi pelaksanaannya itu sendiri.

2. Guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi Kurikulum desentralisasi di susun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kuriklum ini dipeeruntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini di dasarkan pada karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut.



5. KOMPETENSI GURU PAUD DAN SIKAP

1. Pedagogik
  1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
  2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
  3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
  4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
  5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaran kegiatan pengembangan yang mendidik.
  6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
  7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan sntun dengan peserta didik.
  8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
  9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
  10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
 2. Kepribadian
  1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
  2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
  3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
  4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi pendidik, dan rasa percaya diri.
  5. Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik.
 3.Profesional
  1. Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
  2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
  3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
  4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
 4. Sosial
  1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
  2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
  3. Mengembangakn materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
  4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
  5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.


REFERENSI



Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 82







 Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 78









Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 177









Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 137







Retno Annik Raharjo, Model-Model Pengembangan Kurikulum-Resume.pdf , tanpa tahun, h. 1, http://rannikhj26.blogs.uny.ac.id,pdf (diakses tanggal 3/11/2018)

https://www.paud.id/2015/11/kompetensi-yang-harus-dimiliki-pendidik-paud.html

Filsafat Pendidikan

Tugas UAS komputer AUD STKIP ADZKIA

Fungsi Triggers dan membuat Link di Powerpoint Trigger  Pilih amimasi yg akan digunakan pada  tombol yang dipilih Kemudian kl...